Select Menu
Select Menu

Favourite

INTERNASIONAL & NASIONAL

PENDIDIKAN & KESEHATAN

Gambar tema oleh konradlew. Diberdayakan oleh Blogger.

PULHUKAM

SENI & BUDAYA

AKTIVIS

SUARA MAHASISWA

KEKERASAN MILITER

ARTIKEL & OPINI

SOROTAN

ARNOLD C. AP TOKO BUDAYA PAPUA

Untuk membangkitkan budaya orang Papua terhadap pengaruh budaya luar. Dengan kesadaran bahwa budaya Papua merupakan identitas orang Papua, namun semakin terkikis. Dan kalau tidak cepat ditangani, nilai-nilai khas yang menjadi ciri ke-Papua-an lama kelamaan akan punah. Melalui group ini, Arnold Ap, Sam Kapissa (Alm) dan Demianus Wariap Kurni juga aktif di Gereja Harapan Abepura, memetik gitar dan menyanyikan lagu-lagu rohani. Untuk itu, mereka pun mengarang berbagai lagu rohani dalam bahasa Byak-Numfor. Bahkan di tahun 1972 Arnold Ap dan Sam Kapissa tergerak untuk membuat liturgi Gereja Kristen Injili (GKI) di Irian Jaya sesuai budaya Papua, dengan menggunakan musik dan lagu-lagu Papua, diiringi alat musik seperti gitar, jukulele dan tifa.
Dalam waktu tidak lama, gerakan pribuminisasi music liturgy dalam gereja ini mulai diterima oleh pimpinan GKI.Almarhum Arnold Clemens Ap, BA  adalah salah satu tokoh besar Papua yang berperan bagi lahirnya group Mambesak yang legendaris itu dan budayawan yang autentik. Dia dilahirkan di pulau Numfor pada 1 Juli 1945, anak kedua dari lima anak yang dilahirkan oleh Meljanus Ap dan Alexandrina Ap-Mofu. Arnold Ap mulai menempuh pendidikan di Jorgens Vervolg School (setingkat sekolah dasar) di Waupnor-Byak, lalu lanjut ke SMP dan SMA juga di kota Byak. Setamatnya dari SMA, Ia melanjutkan studi  pada lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura, dengan spesialisasi mengenai masyarakat Papua. Salah seorang pembimbingnya adalah Dr. Malcolm Walker, warga Australia yang ditugaskan UNESCO. Seperti ditulis Osborne, Walker mengajari Ap dalam bidang teknis dan berpendapat bahwa Ap adalah “orang yang baik dan berprinsip.”

Saat berkarya melalui lagu rohani itu, Kurator ini  sudah bertugas sebagai Kepala Museum Antropologi Uncen, museum yang waktu itu menjadi basis pengembangan seni dan budaya Papua. Ia berperan  besar mencari dana untuk mengumpulkan benda-benda budaya masyarakat Papua. Putra Numfor ini kemudian mempersunting Corry Ap-Bukorpioper dan menikah di Jayapura pada 5 Oktober 1974 dan mereka dikaruniai empat anak laki-laki: Oridek, Mambri, Erisam dan Mansorak.
Setelah terbentuk, kelompok ini berusaha mendokumentasi seluruh tradisi rakyat Papua dengan mengunjungi berbagai tempat di Papua, merekam lagu-lagu rakyat dan membuat katalognya, juga sering merekamnya kembali. Sejalan dengan itu, Arnold Ap dan Sam Kapissa mulai lebih banyak merangkul orang muda dari berbagai suku di Papua. Diantaranya Marthiny Sawaki, Max Werimon, Selviana Samber, Terry Djopari, Thony Wolas Krenak, William Kiryak dan masih banyak yang lain. Tanggal 23 Agustus 1978 anggota group ini berkumpul untuk membentuk kepengurusan. Saat itu Arnold Ap dipilih sebagai pimpinan group, Marthen Sawaki sebagai wakil, Yoel Kapissa sebagai sekretaris, Sam Kapissa sebagai penanggungjawab musik, Thony Karenak sebagai penanggungjawab tari dan yang menangani teater adalah Demi Wariap Kurni (sekarang bermukim di Belanda). Setelah itu, pentas perdana diadakan di Genyem atas undangan Bapak Mikha Manufandu, Camat Nimboran waktu itu. Moment penampilan perdana pada 5 Oktober 1978 itu akhirnya ditetapkan sebagai hari terbentuknya group Mambesak.
Anggota group kemudian bersepakat untuk secara rutin menampilkan lagu-lagu dan tari-tarian rakyat Papua hasil galian mereka dalam pentas hiburan rakyat, di depan Lingkaran Abepura. Pada tanggal 17 Agustus 1978 mereka tampil di aula Uncen di Abepura dalam acara resmi pemerintah dan sejak itu Mambesak berulangkali menyayi dan  menari di halaman Museum Uncen. Itu sebabnya dulu Museum Uncen dikenal dengan sebutan “istananya Mambesak.” Dimana halaman Museum (Loka Budaya) Uncen dijadikan sebagai semacam pusat aktifitas seni-budaya. Setiap hari, selepas senja, masyarakat berkumpul di situ menyaksikan group ini menanpilkan lagu-lagu dan cerita rakyat yang diselingi dengan mop (cerita lucu). Seiring dengan itu, Arnold Ap pernah berpesan kepada kawan-kawannya untuk semaksimal mungkin menggunakan media (sarana) yang ada, menjangkau masyarakat sampai di  pelosok-pelosok tanah ini.
Sejak November 1978, atas usulan Ignatius Suharyo, ketua lembaga Antropologi Uncen waktu itu, Arnold Ap diangkat sebagai penanggungjawab siaran Pelangi Budaya (PB) dan Pancaran Sastra (PS) pada RRI Studio Nusantara V Jayapura, dimana program ini berjalan selama lima tahun. Arnold Ap dan kawan-kawan anggota groupnya secara resmi membawa nama lembaga Antropologi Uncen melalui program siaran radio tersebut. Mambesak menjadi semakin terkenal, berhasil manggali dan memperkenalkan budaya masyarakat Papua. Sebagian besar masyarakat Papua di tanah ini bahkan telah hafal benar jadwal siaran mingguan program tersebut.
Dalam festifal seni tari se-Papua yang diselenggarakan di Jayapura pada tahun 1978, dari 35 kelompok yang ikut saat itu, Mambesak lah yang mendapat juara pertama, lalu mewakili Papua ke event tingkat Indonesia  dan keluar sebagai juara faforit. Di tahun berikutnya group ini kembali mewakili Papua mengikuti pekan tari tingkat nasional Indonesia yang ketiga, dan tiga kali berturut-turut menjuarai festifal di Jayapura.
Nama Arnold Ap dan Mambesak semakin dikenal sampai ke dunia luar, sebagai group dan orang-orang Papua yang setia pada kebudayaan dan tanah kelahirannya. Rekaman lagu-lagu Mambesak laku dibeli banyak orang dari berbagai kalangan. Mereka juga  dikenal karena ukiran batik, pahatan patung dan lainnya. Saat ada kunjungan pejabat pemerintah dari Jakarta ke Papua, group Mambesak selalu diundang untuk menampilkan lagu dan tari-tarian. Sebut saja saat kedatangan Menteri P & K Nugroho Notosusanto dan Ny Benny Murdani mengantarkan istri-istri atase militer dari 11 negara sahabat untuk mengunjungi Museum Uncen tanggal 11 November 1984.
Seperti sudah disinggung sebelumnya, tujuan dibentuknya group Mambesak yang dipelopori Arnold Ap adalah upaya mempertahankan budaya asli Papua. Ini merupakan bentuk reaksi membentengi kebudayaan Papua atas kesimpulan bahwa cara kerja aparat resmi yang lebih mempromosikan dan mendominasikan seni-budaya dari luar Papua. Misalnya, Ap menilai bahwa “tari kreasi baru” yang mulai dipopulerkan di Papua pada waktu itu, sama sekali tidak berakar pada tari-tari rakyat Papua. Lagu-lagu popular Papua yang marak dinyanyikan secara diatonis dengan suara 1-2-3 pun dinilainya bertentangan dengan lagu-lagu asli Papua yang dinyanyikan oleh rakyat dengan suara minor.
Dikalangan rakyat Papua, group Mambesak dipandang sebagai barisan terdepan dalam usaha mempertahankan kebudayaan rakyat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kemunculan Mambesak telah memainkan sentimen persatuan dan  nasionalisme orang Papua. Kemunculannya  telah menjadi inspirasi bagi tiap daerah di Papua untuk berani menampilkan lagu dan tarian asli. Istana Mambesak menjadi tempat dimana banyak group Papua lainnya menampilkan lagu dan tari daerahnya dan kemudian didokumentasikan. Hal ini juga berpengaruh bagi munculnya banyak group lagu dan tari Papua dengan ciri khasnya masing-masing.
Oleh sebagian kalangan orang Papua, Arnold Ap bahkan kemudian dijuluki sebagai “Konor” atau semacam nabi orang Papua pada zamannya. Sebab Arnold Ap adalah seseorang yang dapat bermain gitar, menari, menyanyi sekaligus dapat melukis. Ia juga dipercaya telah melihat jauh ke depan tentang cita-cita nasionalisme rakyat Papua dalam politik Indonesia secara keseluruhan. Ap juga sempat bertemu dengan berbagai aktivis hak asasi manusia dalam kunjungannya ke Jakarta, dimana mereka yang ditemuinya itu sebagian besar diantaranya adalah orang-orang yang anti-Soeharto. Mereka mengagumi Ap dan mempercayai bahwa   Ap adalah dinamisator perubahan di Papua.

Disisi lain, meski pihak penguasa Indonesia mengakui pengaruh luas serta ketenaran Arnold Ap dan kawan-kawannya melalui group Mambesak. Ternyata, diam-diam mereka menyimpan kekhawatiran. Secara sepintas tekanan dari penguasa tampaknya memang berpengaruh besar terhadap diri Ap. Akhirnya pada tanggal 26 April 1984 Arnold Ap dibunuh setelah rekan satu groupnya, Eduard Mofu dibunuh empat hari sebelumnya (22 April). Berdasarkan hasil pemeriksaan diduga mereka dibunuh dengan cara disiksa sebelumnya lalu kemudian ditembak dan ditenggelamkan. Beberapa hari kemudian tubuhnya  diketemukan terapung tak bernyawa di pantai Base G.
Kematian Arnold Ap dan rekannya ini merupakan  gambaran represifitas dan kekejaman terhadap masyarakat Papua pada masa itu. Penguasa telah membatasi ruang gerak kebudayaan Papua dengan membunuh budayawan progresif Papua hanya karena mereka dianggap menghidupkan semangat nasionalisme Papua. Nasib Ap, Mofu dan personil lainnya ibarat seekor Mambefor. (Manwen)***
Laporan: Jackson Ikomouw*)
Ini Satu Anggota TNI dan Dua Intel, yang datang
di Asrama Ciloa 39 Bandung, Jawa Barat.
(FOTO: SI/Jackson Ikomouw)

BANDUNG - Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpakaian lengkap dan 2 (Dua) oknom berpakaian preman, mendatangi asrama Ciloa 39 Bandung Jawa Barat. Pada, Rabu, (20/8/14). Pukul 8.37 pagi tadi.
Ketika ditanya. Salah satu dari mereka, mengatakan, “Kami datang kesini untuk minta data penghuni, “Kata seorang anggota, yang bernama Sugianto.
Saya balik bertanya: Untuk apa kalian minta data? “Guna mengantisipasi soal munculnya ISIS di Indonesia, “Kata, Paitua Gendut yang berpakaian Loreng itu.
Dimandatkan dari siapa ? Oleh Pak Koramil serta Pemerintah Kota Bandung. Kemudian, saya mengatakan, Apakah, warga lain atau penghuni di kontrakan sekitar sini diminta data mereka atau tidak ? Tra jawab pertanyaan saya, bikin kaiya orang mono saja.
Namun, saya mengatakan, Pak Danramel, sudah sampaikan saat pentas Band, pada 17 Agustus malam kemarin. Beliau juga minta warga disini untuk pasang balio. Sebagai bukti penolakan terhadap kehadiran ISIS di Kota Bandung, “Ujar saya.
Ini TNI, Bernama Sugianto. (FOTO: SI/JI)
“Oke baik Pak, entar saya ke Kantor Koramil, untuk memastikan kedatangan kalian. Bahkan, saya  bicara langsung dengan Pak Koramil. Pada kesempatan itu, diminta foto bersama, mereka tolak. Kemudian, mereka pulang dengan menggunakan motor yang dikendarai. 
Sementar itu, Adik saya yang berinisial SK mengatakan, “Siang kemarin, Pukul 2.00. Ada dua orang anggota, mendatangi Asrama Ciloa minta data penghuni, “Katanya.
SK bilang, kepada kedua anggota tersebut, bawah “Saya baru datang kulia, namun belum tahu soal data penghuni disini. 
Namun. Lanjutnya, Karena saya biasa panggil mereka “Abang” saja. Oleh sebab itu, nama-nama mereka saya belum saya belum tahu.
Kemudian, Anggota yang bernama Sugianto kembali tanya, Sudah ada surat pindah? Saya menjawab, soal itu saya belum tahu, “Kata adik-ku.
Hal serupa juga, sedang atau/sudah terjadi di beberapa Kontrakan dan Asrama Mahasiswa Papua di Bandung serta seluruh Mahsiswa Papua yang sedang menganyam pendidikan di Jawa dan bali.
Pada, Senin, (18/8). OTK mendatangi asrama Fak-Fak di Dago. Oknom tersebut bilang, saya Mahasiswa Merauke, nama saya Dody, tinggal di Cilaki. 
Mengaku dirinya bernama Dody itu, mengatakan, “saya datang kesini untuk minta Proposal Panitia musyawara besar Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua (IMASEPA) untuk mau diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, “Ujar Ketua Panitia, sambil menyiru kata oknom yang mengaku Dody itu. “Wahh, Saya heran dari mana, Dia bisa tahu no hp saya herang, “Katanya.
Selain itu, di Kontrakan Mambramo dan Lani Jaya di Kota Bandung pun, Intel terus Pantau aktivitas Perkulihan para penghuni. Bahkan perna masuk kontrakan mereka.
 
 http://kaumindependen.blogspot.com/2014/08/minta-data-penghuni-tni-dan-intel.html
Ilustrasi Bendera Bintang Kejora berkibar ( Doc Media Papua)
Lanny Jaya, 17/8  – Bendera West Papua, Bintang Kejora dikibarkan di Kampung Mokoni, Kabupaten Lani Jaya, Papua. di mana letaknya di gunung tepat berhadapan dengan kantor Bupati Lanny Jaya.

Ditengah perayaan HUT RI yang ke 69 kemarin, Minggu (17/8/2014)  Bendera West Papua,  Bintang Kejora dikibarkan dan kontak senjata antara aparat keamanan gabungan dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB)/ Organisasi Papua Merdeka. diperkirakan peristiwa itu terjadi sekitar  pukul 07 an WIT,

Menanggapi hal itu, bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom kepada wartawan mengatakan, siapa pun yang membuat kekacauan di Lanny Jaya lebih baik meninggalkan daerah tersebut.

Befa juga mengaku, pagi tadi saya di sms oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) / Organisasi Papua Merdeka, mereka  meminta agar segera memindahkan masyarakat sipil dan Bupati juga meninggalkan Tiom, ngaku Befa. ( Telius y/Media Papua)

 http://mediapapua89.wordpress.com/2014/08/18/hut-ri-bintang-kejora-dikibarkan-di-lanny-jaya/
Lena Daby (foto Pribadi FB)

KOBOGAUNEWS, Yogyakarta --- Salah satua Mahasiswa Papua pengrajin Noken Papua ,Pascalena Daby, seorang Mahasiswi asal Jayawijaya, Papua, yang sedang menimbah ilmu di kota Yoyakarta, mengajak seluruh Perempuan Papua serta masyarakat Papua untuk selamatkan Noken Papua dari kepunahan, Noken juga sebagai warisan budaya bangsa Papua dan sumber kehidupan Orang Papua . {kamis 25 Juli 2014}, Malama.

Seiring dengan perkembangannya, Noken mulai dirajut dengan berbagai macam ukuran, bentuk, warna serta dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih modern seperti benang nelon berwarna, sesuai dengan kebutuhan. Saat ini, banyak pengerajin noken asli Papua yang merajut noken dalam ukuran yang lebih kecil, dengan tujuan untuk dijadikan tas bagi anak-anak sekolah ataupun mahasiswa, untuk digunakan sebagai pengganti tas guna mengisi berbagai peralatan sekolah ataupun kampus”,Kata Daby.
“Untuk menjaga keberlangsungan dan kelestarian noken sebagai salah satu warisan budaya leluhur bangsa Papua, Lena Daby selaku Mahasiswi dan juga sebagai seorang perempuan Papua yang peduli akan keberlangsungan Noken, saat ini Lena sedang berusahan mengajak sejumlah mahasiswi Papua di kota Yogyakarta, untuk mulai mempelajari keterampilan membuat Noken, sebab menurut Lena, keterampilan membuat noken merupakan suatu keterampilan yang wajib dan harus diketahui oleh seluruh perempuan Papua “.
Saat ini, Lena beserta beberapa temannya yang dia latih, telah berhasil merajut beberapa noken, dengan berbagai macam ukuran dan warna, yang dapat digunakan sebagai tas kampus ataupun tas untuk digunakan dalam keseharian.
Kami telah merajut beberapa macam noken dengan berbagai ukuran dan warna, jadi jika ada yang berminat untuk memiliki noken, silahkan hubungi kami, selain itu, kami juga siap menerima pesanan pembuatan noken, sesuai dengan ukuran, warna dan motif yang dipesan", Kata Lena
"keterampilan membuat noken, harus diketahui oleh seluruh perempuan Papua, maka ketrampilan ini harus mulai diajarkan kepada seluruh anak-anak perempun, sejak usia kini, agar keberlangsungan noken dapat tetap terjaga sebagai sebuah warisan budaya leluhur bangsa Papua"
“Noken yaitu tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari”
“Masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke UNESCOsebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 4 desember 2012 ini, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO”.
"Pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat," (www.wikipedia.org)”
Ungkapan, Titus Pekey, "Mari kita selamatkan Noken dan mama Papua, karena di dalam noken dan mama mempunyai ilmu hidup dari komunitas bangsa yang hidup.

Titus Pekey  mengatakan, "Mama dan Noken Papua berpesan bahwa anak-anakku jangan kamu paksakan diri menjadi orang lain, tetapi cintailah dan jadilah dirimu sendiri dan lakukan yang terbaik untuk negerimu." Kata dia, noken mempunyai warna tersendiri yang menjelaskan warna dan identitas setiap orang Papua”.[Atmin, KOBOGAUNEWS / W Kobogau].
 
Saat Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan tentang draf Otsus Plus Papua kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, Ketua DPRP Papua, Yunus Wonda, dan Ketua MRP, Timotius Murib disaksikan sejumlah menteri di Istana Negera tahun 2013 silam. Foto: Ist.
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Tampaknya, kesabaran Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe berurusan dengan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus mulai pelan-pelan berakhir.

Pasalnya,  Enembe menyatakan siap mundur dari jabatannya, jika draft 14 dari Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus tidak diakomodir oleh Pemerintah Pusat.

"Kemarin UU Otsus sudah kita bicara keras. Pada saat harmonisasi dari kementerian dan lembaga lalu dibawa ke Departemen  Hukum dan HAM, terjadi perubahan banyak, terutama pasal-pasal yang menyangkut bidang ekonomi, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan. Saya sampaikan, kami datang dengan damai menyampaikan pasal-pasal krusial yang menyangkut politik sudah kita hapus sejak awal, kenapa pasal ekonomi yang kita perjuangkan terjadi perubahan banyak. Melihat itu, saya langsung kembalikan, buka baju, letakkan lambang garuda di depan Mendagri," kata Enembe dikutip tabloidjubi.com, Minggu (17/08/14).

"Jadi saya bilang, saya siap mundur kalau tidak mengakomodir aspirasi draft 14," kata Lukas Enembe di Jayapura, Papua.

Kepada media itu, Lukas menjelaskan, inti dari draft 14 ada 29 pasal strategis untuk pembangunan Papua, termasuk kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

"Justru kita inginkan itu, sehingga orang bicara referendum kita potong, tujuannya kita bisa goalkan ini, tapi yang terjadi terbalik, makanya kita tidak sempat menjadi materi di PidatoPpresiden, karena saya berhentikan di Mendagri," ujarnya dengan nada kesal.

Lukas mengaku, tujuan dirinya ke Jakarta adalah untuk memparaf dan selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk masuk dalam pidato kenegaraan.

"Saya berhentikan itu semua karena melihat semua pasal-pasal yang kita inginkan masih mengacu pada Jakarta. Termasuk bagi hasil dan pajak. Mereka kamuflase dengan kenaikan DAU dari dua persen menjadi empat persen, dana infrastruktur menjadi dua persen," jelasnya.

Menanggapi itu, Lukas menyampaikan, pihaknya datang ke Jakarta bukan untuk meminta adanya kenaikan DAU, tetapi yang diinginkan rakyat Papua adalah kewenangan.

"Jadi saya ribut-ribut di sana. Karena yang kita inginkan adalah kesejahteraan, sumber daya alam, ekonomi, kekayaan kita, laut kita, hutan kita, dan tambang kita dikelola sepenuhnya di Papua dan digunakan untuk kemajuan Papua, itu saja. Kita tidak minta merdeka," tukasnya.

Ditambahkan, menurut laporan dari tim asistensi pemerintah Papua yang ada di Jakarta, saat ini tim sudah membahas isi dari UU Otsus sampai pasal 222.

"Itu semua oke-oke, tapi saya sampaikan diatas pasal 222 itu pasal-pasal inti, pasal ekonomi harus hati-hati. Sampai sekarang masih dibahas, saya lihat mungkin banyak yang diserahkan ke staf-staf yang mungkin belum memahami Papua, jadi saya lihat itu staf yang kerjakan akhirnya para menteri tidak tahu juga, setelah kita bicara baru mereka tahu," ujar Lukas.
(GE/Tabloidjubi.com/Admin/MS)

Sumber : www.majalahselangkah.com
Logo AMP. Ist.
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Yogyakarta dengan tegas mengutuk kelompok yang mengklaim diri Akademisi Mahasiswa-mahasiswi Pecinta Papua di Yogyakarta. Hal itu dikatakan menyusul adanya seruan bertentangan yang pernah dikeluarkan dari kelompok tersebut beberapa waktu lalu.

Ketua Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Yogyakarta, Jefry Wenda meminta masyarakat dan mahasiswa Papua di Yogyakarta tidak terprovokasi.

"Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa Papua yang berdomisili di Yogyakarta tidak terprovokasi dengan seruan yang disebarkan oleh pihak tidak bertanggungjawab," tegas Wenda di Asrama Papua Sabtu (16/8/2014) sore.

Lanjut dia, "kami menggap pemerintah Indonesia ada di Papua adalah illegal, oleh karena itu, masyarakat dan mahasiswa Papua di Yogyakarta diharapkan tidak berpartisipasi dalam HUT NKRI yang ke 69 pada tanggal 17 Agustus 2014," tambah Jefry.

Menurutnya Aliansi Mahasiswa Papua mendukung sikap dari Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  untuk memboikot 17 Agustus 2014.

Berikut pernyataan sikap AMP menanggapi selebaran dari kelompok Akademisi Mahasiswa-mahasiswi Pecinta Papua:

Pertama: Alainsi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakrta [AMP-KK] dengan tegas mengutuk Orang/organisasi yang mengklaim Akademisi Mahasiswa Mahasiswi Papua/Putra putri pecinta Papua yang telah menghamburkan seruan yang Tidak Jelas.

Kedua: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta {AMP-KK] menyeruhkan kepada  seluruh Masyarakat maupun Mahasiswa/i Papua yang berada di Yogyakarta untuk tidak terprovokasi dengan seruan yang mengatasnamakan Akademisi Mahasiswa-mahasiswi/Putra putri pecinta Papua

Ketiga: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta [AMP-KK] menyeruhkan kepada seluruh masyarakat maupun mahasiswa/i Papua yang berada di Yogyakrta Untuk tidak Berpartisipasi dalam HUT NKRI yang ke 69 pada 17 Agustus 2014.

Keempat: Sebagai Organisasi Politik, dengan tegas Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta [AMP-KK] menyatakan sikap dukungan terhadap Komite Nasional Papua Barat [KNPB] yang telah menyerukan kepada masyarakat Papua dari Sorong sampai Merauke untuk memboikot HUT NKRI 17 Agustus 2014

Kelima: Aliansi mahasiswa Papua Komite kota Yogyakarta [AMP-KK] akan terus menyuarahkan Hak-hak dasar rakyat Papua barat Untuk Menentukan Nasib sendiri sebagai solusi demokratis Bagi Rakyat papua barat melalui Mekanisme Internasinal yaitu Hak Piliha bebas/Referendum. (Agustinus Dogomo/MS)

Anak sekolah di Papua (foto: IST)
Oleh: Paul Magai*



Ketika pendidikan dipandang sebagai hal yang sepele, sejauh itulah pembangunan dalam segala aspek pasti akan macet. Jika pembangunan sudah macet, maka situasi daerah dan masyarakat menjadi tidak ramah, penuh kumuh dan menjadi daerah darurat kemanusiaan.



Maka, pada saatnya kita harus berani mengatakan bahwa pemerintah telah gagal membangun pembangunan Papua selama lima dekade. Di sinilah sebenarnya, kita perlu menerapkan pendidikan demokrasi demi kesejahteraan masyarakat sesuai dengan visi misi masyarakat Papua.



Skala Prioritas



Demi menciptakan kepentingan masyarakat, pemerintah harus mau menjadikan aspek pendidikan sebagai skala prioritas utama. Karena sejumlah aspek yang lain itu mendapat tempat utama dalam aspek pendidikan.



Tentunya, ada perbedaan muatan ilmu pengetahuan yang paling mencolok dalam setiap aspek baik aspek budaya, ekonomi, kesehatan maupun aspek politik, sosial dan lingkungan alam hidup.



Meskipun demikian, akan tetapi substansi utama dari sejumlah aspek ini adalah pendidikan. Pendidikan adalah jiwa dan roh dari setiap aspek tersebut.



Dalam konteks ini, kita mulai dapat memahami semua aspek sebagai pendidikan budaya, pendidikan ekonomi, pendidikan kesehatan, pendidikan politik dan pendidikan masyarakat serta pendidikan lingkungan alam hidup dan sejenisnya. Jadi, pendidikan adalah jiwa dan roh dari pembangunan Papua dalam kesemua aspek tersebut.



Jika kita melihat wajah pendidikan di Kabupaten Dogiyai, maka pemerintah telah semakin menyepelekan pendidikan dalam membangun pembangunan di setiap kampung. Jangankan kampung, pusat Kabupaten saja tidak ada nuansa ke-kabupatenan.



Banyak masyarakat teramat mengherankan bahwa sekalipun banyak triliyunan rupiah telah dikucurkan dari pemerintah pusat untuk membangun pendidikan Papua, tetapi realisasinya hilang di kalangan pemerintah sendiri. 



Menurut Gubernur Lukas Enembe, saya sudah menyerahkan dana 80% di setiap Kabupaten termasuk Kabupaten Dogiyai untuk membangun pembangunan negerinya termasuk dalam aspek pendidikan. 



Sehingga dirinya berpendapat bahwa sekarang tidak alasan bagi anak-anak muda Papua untuk tidak boleh lagi bersekolah. Karena kesemua kewenangannya untuk mengelola keuangan sudah diberikan kepada pemerintah daerah. Termasuk pelimpahan kewenangan untuk menggratiskan biaya sekolah bagi para peserta didik di setiap sekolah.



Tapi realisasinya, pemerintah sendiri melalui Dinas terkait telah mau memungut biaya pendidikan yang paling besar. Banyak anak-anak Papua yang tidak melanjutkan sekolah karena biaya pendidikan sekarang lebih mahal dari sebelumnya.



Belum lagi mahalnya uang transportasi, uang makan dan uang untuk membeli fasilitas sekolah serta tidak punya asrama permanen bagi para peserta dididik dari pegunungan Tengah Papua. Semuanya serba mahal bagi para peserta didik ini.



Sementara pemerintah daerah di Kabupaten Dogiyai malahan mencari alasan macam-macam dalam membangun pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak asli Papua.



Alasan yang paling mendasar yang biasa digunakan oleh pemerintah adalah tidak ada uang. Bagi mereka, uang menjadi ukuran utama untuk membangun pendidikan bagi anak-anak Dogiyai-Papua. Tapi anehnya jika uang untuk korupsi itu ada-ada saja.



Uang untuk infrastruktur juga ada banyak uang bagi pemerintah. Apalagi alokasi dana untuk minum minuman beralkohol, kegiatan pelecehan seksual dan uang untuk ke Jakarta tanpa tujuan yang jelas.



Tapi untuk pembangunan manusia Papua melalui pendidikan, pemerintah biasanya tidak punya uang sama sekali. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sugguh-sungguh meremekan pendidikan. Juga pemerintah tidak serius memperhatikan pembangunan pendidikan di Kabupaten Dogiyai.



Bahkan pemerintah sama sekali tidak punya keinginan, niat dan nafsu serta punya komitmen yang teguh untuk membangun pendidikan bagi anak-anak muda Papua di Kabupaten Dogiyai.



Inilah wajah pendidikan Papua secara umum, yang selama ini tidak bisa diteropong melalui metode pendidikan tepat oleh pemerintah baik pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah daerah termasuk Dogiyai. Karena itu, kita tidak heran hanya jika Negara kita ini banyak pejabat telah terjerat dengan kasus korupsi pada akhir-akhir ini.

 

Hak anak-anak asli Papua atas Pendidikan



Setiap warga Negara berhak atas pendidikan. Anak-anak asli Papua adalah bagian kecil dan lemah dari warga Negara RI. Sebagai sebagian kecil dan lemah dari semua warga Negara RI, anak-anak asli Paua harus diutamakan dalam membangun pembangunan Papua termasuk dalam konteks pembangunan pendidikan Papua.



Hak-hak anak asli Papua atas pendidikan harus diutamakan karena dari sononya, mereka memiliki atas pendidikan. Bahkan hak itu sudah dimiliki sebelum pra-adanya mereka di negeri Cenderawasih.



Jika pemerintah membatasi hak anak-anak asli Papua atas pendidikan, berarti pemerintah tidak mau menghargai martabat manusia Papua. Itu berarti juga anda bungun orang yang membangun Papua. Jika pemerintah punya cenderung berprilaku begitu, Papua ini akan dibangun oleh siapa?



Jika ternyata tidak ada orang untuk membangun Papua berarti pemerintah itu adalah orang yang tidak berpendidikan. Di sinilah kita berani menyimpulkan bahwa pemerintah adalah aktor utama atas kegagalan pembangunan dan kompleksitas masalah Papua dalam berbagai aspek.



Oleh karena pemerintah tidak mengutamakan, memperhatikan dan menseriusi dan atau meremehkan pendidikan bagi anak-anak muda Papua, maka pada awal tahun 2014 ini, menurut penelitian saya, 95, % para calon Mahasiswa baru tidak melanjutkan pendidikan di semua Perguruan Tinggi yang ada di Papua.



Mereka telah memilih pulang kembali ke Kabupaten Dogiyai untuk mengelola hak ulayat mereka. Cuma 5% saja telah diterima sebagai Mahasiswa baru di sejumlah Perguruan Tinggi Papua. Padahal, semua perguruan Tinggi yang berada di Papua ini telah dibangun hanya untuk orang asli Papua. Tapi nyata telah didominasi oleh orang Papua pendatang. Aneh tapi itulah realitas masalah pendidikan di Papua.



Sementara itu, sejumlah Mahasiswa Papua yang telah ikut tes di luar Papua pun mengalami nasib yang sama. Sebanyak 44 Mahasiswa baru yang sedang menunggu kapal pulang ke Kabupaten Dogiyai, Paniai dan Nabire.



Alasan mengapa mereka tidak ditema sebagai Mahasiswa baru tentunya punya alasan yang berbeda-beda. Tidak mendapat tempat di sana, keterbatasan biaya pendidikan, tidak ada terdaftar nama di sana sekalipun sudah lulus tes SNMPTN dan SBMPTN, tidak lulus tes mental setelah mengikuti tes masuk, adalah sejumlah alasan mendasar yang dikemukakan oleh mereka. 



Ini dikatakan mereka ketika tim peduli pendidikan mulai berdiskusi dan berdialog dengan mereka di pondok sagu Bhayangkara II pada Selasa 12 Agustus 2014.



Melihat kenyataan ini sebenarnya pemerintah salah menerjemahkan substansi dari Otsus. Tidah hanya itu, pemerintah Kabupaten Dogiyai juga tidak punya visi dan misi yang jelas. Dan hal ini akan mempengaruhi visi dan misi Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemens Tinal.



Bukannya visi dan misi pemerintahlah yang mengakibat kegagalan pembangunan terutama kegalan pendidikan di Kabupaten Dogiyai, tetapi karena perilaku kecenderungan untuk merasa apatis, sepele dan prilaku merasa bodoh dengan sengaja tidak mau mengutamakan pembangunan manusia melalui pendidikan yang berkualitas. 



Oleh karena itu, pemerintah harus segera berkomitmen melaksanakan kebijaksakan substansi UU No 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi rakyat Papua.



Pendidikan harus perlu dijadikan sebagai skala proritas utama karena memang setiap anak-anak asli Papua punya hak dan kewajiban radikal untuk mendapatkan pendidikan yang baik dan berkualitas demi Papua bangkit, mandiri, sejahtera, indah melihat seperti indahnya Pulau Cenderawasih sejak dahulu kala.



*Penulis adalah Mahasiswa pada Universitas Cenderawasih Jayapura, Fakultas Teknik, Jurusan Elektronik
Alexander Pakage/Foto : Dok Prib
Oleh : Alexander Pakage
Saya sebagai mahasiswa maka selama ini saya mengamati  Situasi dan Kesejateraan Pendidikan Kabupaten Dogiyai pada khususnya dan Papua pada umumnya. Dengan demikian saat ini saya ingin membagikan hasil apa yang selama ini saya amati, agar ini menjadi bahan bagi Penguasa dan Pengelolah Pendidikan di Papua dan kabupaten–kabupaten sehingga akhirnya bisa merevisi satu-demi satu sehingga akhirnya di suatu saat Papua ini bisa seperti yg kita impikan.
A. Dasar Penulisan
Di sepanjang perkembangan kehidupan manusia tidak terlepas dari masalah Pendidikan, karena pendidikan itu adalah penuntun bagi berkembangnya kehidupan manusia. Maka di dalam UUD 1945 menyatakan bahwa; Setiap Warga Negara Berhak mendapatkan Pengajaran. Hak setiap warga negara tersebut di cantumkan dalam pasal 31 ayat 1, 2 dan 4 Undang-Undang Dasar 1945, yang berbunyi :
1.   Setiap warga Negara berhak mendapatkan pendidikan.
2. Setiap warga Negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.\
4. Negara memperioritaskan anggaranpendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
B. Pendidikan adalah Kebutuhan Utama
Pendidikan merupakan sebuah kebutuhan yang berguna bagi kehidupan manusia, baik dalam kehidupan sosial maupun dalam dunia pekerjaan. Tujuan utama dari pendidikan adalah untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan berfungsi sebagai sebuah proses dimana seseorang di didik agar dapat memiliki kualitas moral dan keahlian yang nantinya akan berguna bagi kemajuan bangsa.
Hampir tidak ada yang bisa membantah bahwa tingkat kesejahteraan suatu Daerah sangat tergantung pada kualitas pendidikannya. Dalam artian kualitas sumber daya manusia suatu Daerah/Wilaya punya andil (modal) yang cukup signifikan dalam menentukan kesejahteraannya tersebut. Statement ini mungkin terkesan berlebihan, namun tidak bisa dikatakan salah, jika mengingat peranan pendidikan yang begitu besar. Yang mana pola pikir dan paradigma hidup seseorang sangatlah dipengaruhi oleh lingkungan pendidikannya. Sehingga hampir dapat dipastikan bahwa kehidupan masyarakat yang pendidikannya berkualitas akan lebih baik dibandingkan masyarakat yang kualitas pendidikannya rendah. 
Secara kodrati Pulau Papua mempunyai kekayaan yang melimpah ruah. Namun keindahan dan kekayaan alam yang tersebar di pulau Papua tersebut menjadi tidak bermakna apa-apa ketika tidak diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Dan bahkan bisa jadi keindahan dan kekayaan yang melimpah tersebut justru menjadi “musuh dalam selimut” pulau Papua ini sendiri.
Sebagaimana kita ketahui dalam teori kemajuan ekonomi ada yang disebut dengan teori “kutukan sumber daya alam”. Teori ini mengatakan suatu Daerah/Masyarakat yang dilimpahi dengan sumber daya alam yang besar cenderung tidak bisa maju berkelanjutan". Artinya, Masyarakat/Daerah yang dikaruniai sumber daya alam melimpah jika tidak hati-hati justru bisa jadi kutukan dan menjadikan Masyarakat tidak maju-maju. Karena biasanya Masyarakat tersebut cenderung akan terlena dengan kekayaan alam tersebut sehingga lupa bagaimana mengolahnya.
Dari sini bisa kita ketahui bagaimana besarnya peranan pendidikan bagi kehidupan seseorang. Jika kita melihat kekayaan Pulau Papua yang begitu melimpah dibandingkan dengan Pulau-pulau lain, maka seharusnya kekayaan tersebut sudah mampu mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan Daerahnya/Masyarakatnya serta memajukan Sumber Daya Manusianya. Tidak kalah dengan majunya daerah-daerah lain yang mayoritas kekayaan alamnya tidak sebanyak Pulau Papua.

Namun rupanya hal tersebut masih jauh dari kenyataan. Kesenjangan ekonomi masih tergolong sangat minim. Disana-sini di Gunung dan Pesisir bahkan di pinggir kota masih banyak masyarakat yang tingkat ekonominya lemah dan tidak mampu yang hidup. Kemiskinan masih menjerat mayoritas kehidupan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal tersebut pendidikan merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Lalu pertanyaannya; Sudahkah, pendidikan berperan untuk mengentaskan semua masalah-masalah itu ?.

C. Harapan Semu/tidak nyata

Satu-satunya tumpuan yang diharapkan mampu membawa perubahan ke arah perbaikan di tengah keadaan Daerah yang kian limbung dalam berbagai persoalan adalah dunia akademis atau pendidikan. Karena disinilah pola pikir, mental, kepandaian dan karakter anak bangsa diasah dan dibangun. Namun melihat realita dunia pendidikan yang juga bermasalah, menjadikan kita pesimis dengan hal tersebut. Karena mengharapkan penyelesaian masalah dari sesuatu yang juga bermasalah tentu tidak dapat dibenarkan. Dan bisa disebut sebagai harapan semu. Yakni harapan yang tak akan pernah bisa kita raih.
Berbagai permaslahan sedang menjerat dunia pendidikan kita di Papua, terutama daerah-daerah yang baru di mekarkan.

Pertama, mahalnya biaya sekolah. Tanpa menafikan upaya pemerintah dalam menangani persoalan tersebut seperti penyelenggaraan program UP4B yang di adakan untuk Biaya Anak Asli Papua (AAP). Namun harus tetap diakui bahwa hal tersebut masih kurang cukup membantu kebutuhan Mahasiswa dan selama ini hanya pilih muka dan main keluarga. Papua sebagai Daerah Otonomi yang begitu melimpah dengan Triliunan Rupiah, namun satu hal yang paling menyakitkan yakni; Gara-gara Virus yang menyerang Otak para pejabat Papua, maka banyak anak asli Papua dari masyarakat biasa yang pintar dan cerdasnya begitu Luarbiasa tidak dapat kuliah, putus kuliah, akhirnya jadi Stres, aibon minum mabuk dll. Dengan kuota yang terbatas dibandingkan dengan angka kemiskinan rakyat yang begitu melambung. Sehingga hanya orang-orang elit saja yang dapat menjangkau dan mendapatkan pendidikan yang layak. 
Poin/Permasalahan kedua, bahwa pendidikan kita masih terjebak dalam dunia formalitas. Angka-angka masih menjadi indikator kepandaian seseorang. Semisal untuk mengukur tingkat dan kualitas pendidikan anak bangsa saja dilakukan dengan penyelenggaraan Ujian Nasional (Unas) yang meraup banyak uang negara. Seandainaya dana tersebut dialihkan untuk pemenuhan kebutuhan rakyat yang lain, tentu akan menjadi lebih baik.

Terkait dengan upaya untuk mengetahui tingkat pendidikan nasional seharusnya bisa dicarikan alternatif lain. Semisal dengan diserahkan kepada sekolah-sekolah untuk menyelenggarakan ujian sendiri. Toh, dalam Unas masih banyak sekali pelanggaran. Selain hal tersebut, pendidikan kita masih cenderung suka mengedepankan kepandaian kognitif semata, tanpa mengutamakan kepandaian afektif dan psikomotorik. Sehingga tidak ayal jika pejabat negara yang katanya berpendidikan tinggi masih sering buta. Ya, buta dengan buaian harta sehingga melupakan etika berkehidupan. Rela memakan uang rakyat yang kian limbung dalam berbagai persoalan kehidupan.

Poin ketiga adalah bahwa pendidikan kita di Papua masih sangat kental dengan ajang komersialisasi (Penerapan system mencari untung). Semisal penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). RSBI dinilai melanggar hak konstitusi sebagian warga dalam pemenuhan kewajiban mengikuti pendidikan dasar. RSBI juga menimbulkan deskriminasi dan kastanisasi dunia pendidikan.

Hal ini juga dinilai tidak sejalan dengan amanah Undang-undang Dasar 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, juga melanggar Sila kelima Pancasila, “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia“. Karena untuk masuk RSBI harus mengeluarkan biaya yang sangat mahal, sehingga RSBI tidak bisa diakses golongan orang miskin dan masyarakat biasa.
 
Tiga poin diatas hanyalah sedikit dari berbagai persoalan yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Kedepan perbaikan terhadap pendidikan harus senantiasa dilakukan. Demi mengawal kejayaan Bangsa. Membangun pendidikan yang berkarakter sesuai harapan Menteri Pendidikan M. Nuh, yang mengatakan “perlu terus dikembangkan”. Pemerintah dan kementerian pendidikan pada khususnya harus lebih intens dalam menciptakan keseimbangan dan keselarasan pendidikan. Sehingga tidak lagi ada kesenjangan.

Dengan pendidikan yang berkualitas kesadaran berbangsa dan bernegarapun akan terus meningkat. Dan dengan hal tersebut optimistis untuk meraih kejayaan masa depan akan lebih cerah. Sehingga kesejahteraan bangsapun akan kita raih.
Semoga…….a…!!!!!!!

Penulis adalah Alumni Yayasan SMK Katholik Tunas Bangsa Timika-Mimika Papua; jurusan Keguruan dan selanjudnya sedang Kuliah (Mahasiswa) di Uncen, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jayapura – PAPUA.
Foto penyiksaan oleh oknum polisi yang beredar di FB (Facebook)
Jayapura, 18/4 (Jubi) – Mereka dijajarkan dalam selokan dan ditonton oleh beberapa oknum polisi bersama warga. Menjelang pidato PM Vanuatu, Moana Carcases Kalosil, dalam sidang Dewan HAM PBB awal Maret lalu, beredar sebuah foto yang menggambarkan beberapa warga asli Papua dibaringkan dalam selokan dan ditonton oleh beberapa polisi serta masyarakat lainnya. Foto ini tidak terlalu dihiraukan oleh media massa lokal maupun nasional karena tidak memberikan informasi yang jelas tentang lokasi, waktu kejadian hingga peristiwa apa yang sedang terjadi dalam foto tersebut.

Belakangan, diketahui foto tersebut adalah foto Meki Elosak, Wiki Meage, Obeth Kosay dan Oscar Hilago di Yalengga pada tahun 2010 saat ditangkap oleh polisi atas tuduhan makar.

Anum Siregar, Direktris AlDP, seperti dikutip dari website AlDP (17/4) mengakui bahwa foto yang beredar di jejaring sosial Facebook tersebut adalah foto dari empat orang kliennya, Meki Elosak, Wiki Meage, Obeth Kosay dan Oscar Holago.

“Meki Elosak mengakui kejadian penyiksaan yang mereka alami, dia cerita secara detail,  benar bukan hoax,” jelas Anum Siregar.
 
“Mereka mengalami penyiksaan namun tidak terungkap.” tambah Anum.
Menurut Anum, Polres Jayawijaya melalui Surat Perintah Tugas nomor : Sprin/01/III/2014/Sipropam telah menugaskan 6 orang anggotanya untuk melakukan Penyelidikan dan Pemeriksaan terhadap Meki Elosak dan Wiki Meage.

“Kita menyambut baik kalau polisi kemudian merespon itu tapi jangan karena gambarnya muncul di media sosial jadi direspon, kalau tidak muncul?” tanya Anum.

Lanjutnya lagi, meskipun pelakunya adalah oknum, kalau terus menerus terjadi bisa merusak citra institusi kepolisian. Walaupun pelakunya cuma satu, tapi terlihat ada beberapa polisi lainnya dan ada yang memotret juga, ini malah mempersulit membedakan antara oknum dan institusi.

Peristiwa ini terjadi di Yalengga pada bulan Oktober tahun 2010. Saat itu, ada sembilan orang warga Jayawijaya yang sedang menuju pemakaman keluarga mereka. Namun mereka ditangkap oleh polisi sebelum mereka mencapai tempat pemakaman tersebut dan dituduh terlibat dengan Tentara Revolusioner Papua Barat. Mereka kemudian dipidana dengan hukuman 8 tahun dengan tuduhan melakukan makar. Selain Meki Elosak, Wiki Meage, Obeth Kosay dan Oscar Hilago lima orang lainnya adalah Meki Tabuni, Ali Jikwa, Peres Tabuni, Wombi Tabuni, Toebaga Kilungga.

Dalam catatan Jubi, November 2010, saat itu I Gede Sumerta Jaya yang menjabat Kapolres Jayawijaya, membenarkan penangkapan tersebut. I Gede mengatakan sembilan orang ini adalah anggota  “Tentara Revolusi Papua Barat”. Penangkapan dilakukan karena ditengah perjalanan sembilan warga tersebut mengibarkan bendera bintang kejora di sekitar Kampung Yalengga. Dengan demikian aparat kemanan (polisi) menyita bendera dan mengamankan mereka.

I Gede juga membantah kalau ada penyiksaan terhadap mereka.

“Tidak ada penyiksaan dari polisi, sebab mereka ditangkap lalu ditahan baik-baik di Polresta Jayawijaya,” ujarnya.

Kepolisian Daerah Papua, melalui Kabidhumas mengatakan belum mengetahui siapa yang memotret dan menyebarkan foto tersebut.

“Kalau yang motret saya tidak tahu. Siapa yang upload juga kita belum tahu. Tapi itu bukan pembantaian tetapi masalah pengibaran bendera. Para tersangkanya sudah di lapas Wamena.” kata Kabidhumas Polda Papua, AKBP. Sulistyo Pudjo saat dikonfirmasi (18/4). (Jubi/Victor Mambor)

Ilustrasi Mahasiswa Papua Pejuang, Hiller Ts  (foto, kobogaunews.com)
Setelah mengetahui memahami perjalanan panjang, aksi penjajahan nation-state lain atas Wilayah Papua Barat dan Perjuangan Kemerdekaan Papua Barat dalam menghadapi penjajahna itu,maka mahasiswa di hadapkan kepada tiga pilihan kepeberpihakan secara umum. Pertam, Memihak kepada penjajah. Kedua, Memihak kepada Rakyat Papua Barat. Ketiga, Tidak memihak apa-apa dan siapa-siapa(netral atau tidak tau apa-apa).

Untuk mengambil sikap, pertama-tama harus mengetahui dan mengevaluasi diri kita masing-masing mengenai, “diaman” letak kita sebagai Mahasiswa selama ini dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Setelah itu kita akan menetukan sikap kita dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Untuk itu, maka berikut ini dijelaskan jenis-jenis mahasiswa Papua dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat dan sikap yang diambil kedepan.
1.      JENIS MAHASISWA PAPUA BARAT
Secara umum mahasiswa Papua Barat dikategorikan dalam enam jenis mahasiswa dalam memandang dan mengapai perjuangan kemerdekaan Rakyat Papua Barat untuk merdeka lepas dari NKRI dan pendukungnya (terutama Negara Dunia Pertama). Walaupun sama-sama menyandang intel “ mahasiswa” dan walaupun sama-sama merasa diri sebagai orang Papua, tetapi mempunyai perbedaan yang cukup tajam antara satu sama lain. Keenam jenis mahasiswa Papua Barat itu adalah:
a.      Jenis Mahasiswa Cari Makan
Jenis mahasiswa cari makan adalah mereka yang hanya memikirkan perut mereka. Mereka ini mempunyai banyak urusan dengan Negara Indonesia untuk mendatangkan keuntungan bagi mereka, kebanyakan dari mereka anak-anak para pejabat yang mempunyai kedudukan yang sangat penting di Negara Indonesia, atau mempuyai perusahan, LSM dan lainnya. Kebanyakan dari jenis mahasiswa ini selalu mendukung Otonomi Khusus Papua, Pemekaran Provinsi/Kabupaten dan lainnya sebagai “ lahan” untuk mencari makan.
b.      Jenis Mahasiswa Papua Malas Tahu
Jenis mahasiswa malas tahu adalah jenis mahasiswa yang kalau Papua Barat merdeka mereka terima, kalau tidak merdeka juga mereka tidak mempermasalahkannya. Kebanyakan mereka adalah orang yang mau tahu tentang sekarang, bukan besok (masa depan). Kalau kelompok yang mendukung Otonomi Khusus dan Pemekaran Provinsi/Kabupaten mempengaruhinya mereka mau ikut juga, tetapi tidak sepenuh hati, hanya sekedar saja.
c.       Jenis Mahasiswa Ikut Ramai ( Panas-Panas Tahi Ayam)
Jenis mahasiswa Ikut Ramai adalah mahasiswa yang bersemangat, mereka teriak merdeka atau Otonomi Khusus atau Pemekaran. Mereka muncul dengan semangat yang membara, malah ada yang bersumpah akan mati demi Papua Barat Merdeka. Tetapi kalau ada program Otonomi Khusus dan Pemekaran Provinsi/Kabupaten, mereka selalu ajukan permohonan bantuan dalam bentuk apa saja, atau terlibat dalam urusan pemerintah NKRI dengan semangat yang membarapula. Kelompok ini muncul dengan sikap seperti itu karena kurangnya pendidikan politik.
d.      Jenis Mahasiswa Menunggu Uluran Tangan
Jenis mahasiswa Menunggu Uluran Tangan adalah jenis mahasiswa yang selalu menunggu dukungan dari pihak lain. Mereka selalu memasang telinga untuk mendengar berapa orang non-Papua yang medukung kemerdekaan Papua Barat, berapa LSM yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, beberapa Negara yang mendukung kemerdekaan Papua Barat, dan lainnya. Jika ada dukungan mereka akan bersemangat dan akan menjadikannya sebagai buah bibir, tetapi jika tidak ada dukungan dari pihak lain mereka akan selalu diam. Kelompok ini adalah mahasiswa yang tidak percaya diri dan menggantungkan kemerdekaan Papua Barat kepada pihak lain di luar dari mereka.
e.       Jenis Mahasiswa Nekat (Membabi-buta)
Jenis mahasiswa Nekat (Membabi-buta) adalah mereka yang tidak peduli dengan apapun juga. Yang mereka mau adalah Papua Barat harus merdeka dengan cara apa saja. Mereka cenderung membenci orang Jawa, orang Islam, orang barat dan lainnyayang merugikan hidup mereka atau mengorbankan perjuangan mereka. Perjuangan dengan jalan membabi-buta dan membenci orang lain sangat sulit untuk mendapakan dukungan dari pihak lain, karena kecenderungan mereka bukan untuk Papua Barat merdeka tetapi karena membenci orang, golongan dan negara lain yang mengorbankan kemerdekaan Papua Barat.
f.       Jenis Mahasiswa Pejuang
Jenis mahasiswa Pejuang adalah mahasiswa yang telah mengetahui dan memahami “ masalah Papua Barat” . Mereka matang dalam pendidikan politik, peduli dengan penderitaan Rakyat Papua Barat, sadar bahwa mereka dan rakyat mereka sedang dijajah. Mereka ini selalu memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat kapan saja, dimana saja dengan jalan yang efektif dan efisien dengan pemahaman dan pengetahuan yang matang tentang perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Mereka inilah yang secara nyata terlihat dalam barisan rakyat Papua Barat untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Mereka mempunyai satu cita-cita dan tujuan bangsa dan rakyatnya, yaitu “ Papua Barat Merdeka”, karena itu mereka sangat sulit untuk dipengaruhi oleh musuh, sehingga mereka akan selalu dibenci oleh musuh perjuangan mereka. Inilah mahasiswa Papua Barat yang tulen dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat.

2.      SIKAP MAHASISWA PAPUA BARAT
Sebuah kenyataan yang tak dapat dipungkiri bahwa mahasiswa Papua Barat adalah orang Papua, berkebangsaan Papua, mempu mempunyai ras negroid dari rumpun Melanesia dengan ciri fisik berkulit hitam dan berambut keriting. Ini adalah sebuah kenyataan. Mahasiswa Papua Barat juga adalah orang yang mempunyai wilayah sebagai tempat tinggalnya dan hidup di wilayah itu. Ini juga kenyataan.

Walaupun demikian, tidak semua mahasiswa sadar bahwa mereka adalah orang Papua. Mereka tidak sadar bahwa rakyatnya, yaitu orang tua dan sanak-saudaranya sendiri sedang terjajah, dan lebih gawat adalah mereka sendiri sering menggadaikan diri sambil menyangkal bahwa mereka bukan orang Papua. Ini sesuatu yang ironi.

Untuk itu, agar dapat sadar diri sebagai orang Papua, dan memahami dinamikan kebudayaan bangsanya dan rakyatnya, maka mahasiswa Papua Barat harus mempunyai sikap yang tegas dalam menaggapi dinamika kehidupan yang terjadi di Papua Barat tanpa harus menjadi orang munafik. Untuk sampai kepada pengambilan sikap secara tegas dan konsisten dalam perjuangan kemerdekaan Papua Barat, maka beberapa langkah harus dilakukan, yaitu :

a.      Sadar Diri
Pertama-tama harus duduk dan merenung sebentar dan sadarlah bahwa kita adalah orang Papua. Sadarlah bahwa kita tidak sama dengan orang lain. Sadarlah bahwa kita mempunyai pengalaman hidup yang berbeda dalam segala hal. Setelah itu ambillah kesimpulan bahwa kita mempunyai harga diri, kita mempunyai bangsa, kita berhak menjadi negara merdeka, dan lainnya yang mengingatkan dan menyadarkan kita bahwa kita mempunyai harga diri sebagai manusia, yaitu manusia Papua yang mempunyai kedudukan yang sama dengan manusia dan bangsa lain di dunia ini.
b.      Menlihat Kondisi Obyektif
Mahasiswa sebagai kaum intelektual, tentu tidak akan terlepas dari cara berpikir secara obyektif, yaitu memandang sebuah masalah secara nyat tanpa memihak apa-apa dan siapa-siapa. Karna itu lihatlah masalah Papua Barat dari sisi obyektifitasnya, lihat pula penjajahan Papua Barat oleh nation-state lain secara obyektif pula. Disana kita bisa menemukan letak kebenaran sebuah persoalan, misalnya letak kebenaran masalah Papua Barat berkaitan dengan tuntutan kemerdekaannya.
c.       Belajar
Selain harus berpikir dan bertindak secara obyektif kita juga diharapkan untuk banyak belajar. Belajar tidak harus di kampus (pendidikan formal), tetapi belajarlah diluar kampus, belajarlah untuk memahami realita sosial, belajarlah untuk mendengarkan rapat tangis Rakyat Papua Barat, dan belajar untuk memetahkan sebuah persoalan secara benar. Pelajaran yang kita butuhkan di luar kampus misalnya adalah pendidikan politik, pelatihan jurnalistik, manajemen sumber daya manusia, latihan kepemimpinan dan lainnya. Disanalah kita bisa mengambil banyak ilmu dan pengetahuan untuk bekal perjuangan kita ke depan.
d.      Berjuang
Menjadi pejuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Papua Barat tidak sulit. Cukupkanlah kita mempunyai kemauan yang sungguh-sungguh bahwa kita mempunyai cita-cita kebenaran di masa depan, bahwa Papua Barat harus merdeka. Sementara mengenai taktik dan strategis perjuangan kita bisa menggunakan banyak cara asalkan kita tahu cara-cara tersebut. Untuk memulai menjadi pejuang kita harus memulai dengan cara kita masing-masing, sedikit demi sedikit, dan dari diri kita masing-masing. Sehingga dengan cara masing-masing sedikit demi sedikit, dan diri kita sendiri, kita akan menciptakan barisan pejuang yang panjang, banyak cara yang efektif dan akan membawa kemerdekaan Papua Barat itu kesebuah alam yang nyat, yaitu di atas “ Tanah Tumpah Darah Papua Barat yang kita cintai.”
Selamat Bekerja***
Salam Pembebasan
“ Persatuan Tanpa Batas Perjuangan Sampai Menang’
Salam Revolusi
“ Bersama Kebenaran Sejarah Sang Bintang Kejora”

Penulis Kembali Adalah Wenas Kobogau  Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Bandung 

Catatan : Sebenarnya Menurut Sem Karoba, dkk., ada tujuh jenis orang Papua dalam cara pandang dan cara tindak dalan   menepatkan diri terhadap perjuangan kemerdekaan Papua Barat. Bagian ini diambil dikutip dari pendapat Sem Karoba, dkk. Dengan banyak perubahan dalam tulisan ini. Selengkapnya lihat : Sem Karoba, dkk., Masyarakat Adat Menggugat: Mengungkap Para Musuh Masyarakat Adat dan Cara Melawan Mereka, Watch Papua, Yogyakarta, 2004. Hal 74.