Select Menu
Select Menu

Favourite

INTERNASIONAL & NASIONAL

PENDIDIKAN & KESEHATAN

Gambar tema oleh konradlew. Diberdayakan oleh Blogger.

PULHUKAM

SENI & BUDAYA

AKTIVIS

SUARA MAHASISWA

KEKERASAN MILITER

ARTIKEL & OPINI

SOROTAN

Tuan Filep Karma. Foto: Ist.
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Filep Karma, seorang tahanan politik bangsa Papua di tahanan Abepura sejak tahun  2004, melalui bukunya, Seakan Kitorang Setengah Binatang menghimbau semua orang Papua untuk tidak lagi takut mengakui dan mengekspresikannya kepada siapa saja bahwa dirinya ingin Papua merdeka.

"Saya himbau, untuk teman-teman aktivis dan masyarakat yang ingin bicara tentang haknya sebagai rakyat bangsa Papua, jangan takut-takut atau segan-segan menjadi tahanan politik," tulis Tapol Papua yang akan bebas tahun 2019 ini.

"Jangan takut untuk jadi tahanan politik untuk cita-cita Papua merdeka. Yang kitorang perjuangkan harus ada harga yang harus dibayar," sambung Karma. Tapi, karma mengingatkan, semua dilakukan dengan jalan damai.

Menurut Karma, bila semua orang Papua dengan berani mengekspresikan dirinya sebagai orang Papua yang ingin Papua merdeka dan tidak lagi takut-takut, maka kondisi perjuangan akan semakin baik. Karma menjelaskan, altet-atlet Papua, para pejabat, dan siapa pun dia orang Papua, dengan caranya sendiri, dapat mengekspresikan diri.

"Contohnya Boaz Salossa. Setelah isi gol, lalu keluarkan bendera negaranya. Apa salahnya kalau Boaz angkat baju, di dalamnya ada gambar bendera Papua. Itu juga bagian dari pernyataan jati diri dia," jelas Tapol yang rajin tolak remisi pemerintah Indonesia ini.

Begitu juga atlet-atlet di bidang lain. "Atau mungkin juga masyarakat waktu nonton Persipura main di Mandala. Apa salahnya mengibarkan bendera saat Persipura isi gol? Ini biasa-biasa saja. Tapi ini efeknya sangat besar bagi masyarkat. Menumbuhkan kepercayaan diri, kebangaan dan nasionalisme Papua," himbau Karma.

Bagaimana bila polisi bertindak brutal?

"Bila polisi mau tangkap, tidak usah takut. Kita hadapi saja. Jadi tidak usah melarikan diri, karena melarikan diri itu akan jadikan alasan untuk mereka pukul, tendang dan tembak. Tapi duduk saja, tunggu dorang (polisi) datang," jelasnya. 

"Okay Bapak. Saya siap ditangkap, tapi saya tidak memukul orang, tidak merusak barang. Saya hanya mengibarkan bendera untuk menyatakan identitas saya sebagai bangsa Papua. Jadi, ikut saja ke kantor polisi dan diperiksa dan ditanya, Kamu mau merdeka? (Katakan) Memang betul kami mau merdeka," sambungnya memberitahu apa yang mesti dibuat orang Papua.

"Atau mungkin misalnya, sakit sampai nafas-nafas terakhir. Sudah, keluarga bawa turun ke kantor polisi. Lari dengan bendera Papua. Masuk dalam Polres kemudian teriak Papua merdeka. Jatuh mati depan pos polisi," tulis Karma lagi.

Menurut Karma, aksi lainnya adalah dengan rutin setiap hari, ada saja orang Papua yang mengibarkan bendera. 

"Jadi, dua atau tiga orang, atau sendiri datang ke DPR Papua, kibarkan bendera dan nyatakan mau merdeka. Kalau polisi datang tangkap, ikut saja. Tidak usah melawan, ikut ke kantor polisi,  ajak Karma. Supaya lama-lama penjara-penjara di Papua penuh dengan tahanan politik," urainya.

Menurutnya, aksi seperti itu akan menguntungkan perjuangan kemerdekaan. "Indonesia akan kelihatan dungu bila terus menerus kasih penjara orang yang aksi damai dengan bendera Papua," jelas Karma.(Topilus B. Tebai/MS)


Sumber :  www.majalahselangkah.com
ARNOLD C. AP TOKO BUDAYA PAPUA

Untuk membangkitkan budaya orang Papua terhadap pengaruh budaya luar. Dengan kesadaran bahwa budaya Papua merupakan identitas orang Papua, namun semakin terkikis. Dan kalau tidak cepat ditangani, nilai-nilai khas yang menjadi ciri ke-Papua-an lama kelamaan akan punah. Melalui group ini, Arnold Ap, Sam Kapissa (Alm) dan Demianus Wariap Kurni juga aktif di Gereja Harapan Abepura, memetik gitar dan menyanyikan lagu-lagu rohani. Untuk itu, mereka pun mengarang berbagai lagu rohani dalam bahasa Byak-Numfor. Bahkan di tahun 1972 Arnold Ap dan Sam Kapissa tergerak untuk membuat liturgi Gereja Kristen Injili (GKI) di Irian Jaya sesuai budaya Papua, dengan menggunakan musik dan lagu-lagu Papua, diiringi alat musik seperti gitar, jukulele dan tifa.
Dalam waktu tidak lama, gerakan pribuminisasi music liturgy dalam gereja ini mulai diterima oleh pimpinan GKI.Almarhum Arnold Clemens Ap, BA  adalah salah satu tokoh besar Papua yang berperan bagi lahirnya group Mambesak yang legendaris itu dan budayawan yang autentik. Dia dilahirkan di pulau Numfor pada 1 Juli 1945, anak kedua dari lima anak yang dilahirkan oleh Meljanus Ap dan Alexandrina Ap-Mofu. Arnold Ap mulai menempuh pendidikan di Jorgens Vervolg School (setingkat sekolah dasar) di Waupnor-Byak, lalu lanjut ke SMP dan SMA juga di kota Byak. Setamatnya dari SMA, Ia melanjutkan studi  pada lembaga Antropologi Universitas Cenderawasih (Uncen) di Jayapura, dengan spesialisasi mengenai masyarakat Papua. Salah seorang pembimbingnya adalah Dr. Malcolm Walker, warga Australia yang ditugaskan UNESCO. Seperti ditulis Osborne, Walker mengajari Ap dalam bidang teknis dan berpendapat bahwa Ap adalah “orang yang baik dan berprinsip.”

Saat berkarya melalui lagu rohani itu, Kurator ini  sudah bertugas sebagai Kepala Museum Antropologi Uncen, museum yang waktu itu menjadi basis pengembangan seni dan budaya Papua. Ia berperan  besar mencari dana untuk mengumpulkan benda-benda budaya masyarakat Papua. Putra Numfor ini kemudian mempersunting Corry Ap-Bukorpioper dan menikah di Jayapura pada 5 Oktober 1974 dan mereka dikaruniai empat anak laki-laki: Oridek, Mambri, Erisam dan Mansorak.
Setelah terbentuk, kelompok ini berusaha mendokumentasi seluruh tradisi rakyat Papua dengan mengunjungi berbagai tempat di Papua, merekam lagu-lagu rakyat dan membuat katalognya, juga sering merekamnya kembali. Sejalan dengan itu, Arnold Ap dan Sam Kapissa mulai lebih banyak merangkul orang muda dari berbagai suku di Papua. Diantaranya Marthiny Sawaki, Max Werimon, Selviana Samber, Terry Djopari, Thony Wolas Krenak, William Kiryak dan masih banyak yang lain. Tanggal 23 Agustus 1978 anggota group ini berkumpul untuk membentuk kepengurusan. Saat itu Arnold Ap dipilih sebagai pimpinan group, Marthen Sawaki sebagai wakil, Yoel Kapissa sebagai sekretaris, Sam Kapissa sebagai penanggungjawab musik, Thony Karenak sebagai penanggungjawab tari dan yang menangani teater adalah Demi Wariap Kurni (sekarang bermukim di Belanda). Setelah itu, pentas perdana diadakan di Genyem atas undangan Bapak Mikha Manufandu, Camat Nimboran waktu itu. Moment penampilan perdana pada 5 Oktober 1978 itu akhirnya ditetapkan sebagai hari terbentuknya group Mambesak.
Anggota group kemudian bersepakat untuk secara rutin menampilkan lagu-lagu dan tari-tarian rakyat Papua hasil galian mereka dalam pentas hiburan rakyat, di depan Lingkaran Abepura. Pada tanggal 17 Agustus 1978 mereka tampil di aula Uncen di Abepura dalam acara resmi pemerintah dan sejak itu Mambesak berulangkali menyayi dan  menari di halaman Museum Uncen. Itu sebabnya dulu Museum Uncen dikenal dengan sebutan “istananya Mambesak.” Dimana halaman Museum (Loka Budaya) Uncen dijadikan sebagai semacam pusat aktifitas seni-budaya. Setiap hari, selepas senja, masyarakat berkumpul di situ menyaksikan group ini menanpilkan lagu-lagu dan cerita rakyat yang diselingi dengan mop (cerita lucu). Seiring dengan itu, Arnold Ap pernah berpesan kepada kawan-kawannya untuk semaksimal mungkin menggunakan media (sarana) yang ada, menjangkau masyarakat sampai di  pelosok-pelosok tanah ini.
Sejak November 1978, atas usulan Ignatius Suharyo, ketua lembaga Antropologi Uncen waktu itu, Arnold Ap diangkat sebagai penanggungjawab siaran Pelangi Budaya (PB) dan Pancaran Sastra (PS) pada RRI Studio Nusantara V Jayapura, dimana program ini berjalan selama lima tahun. Arnold Ap dan kawan-kawan anggota groupnya secara resmi membawa nama lembaga Antropologi Uncen melalui program siaran radio tersebut. Mambesak menjadi semakin terkenal, berhasil manggali dan memperkenalkan budaya masyarakat Papua. Sebagian besar masyarakat Papua di tanah ini bahkan telah hafal benar jadwal siaran mingguan program tersebut.
Dalam festifal seni tari se-Papua yang diselenggarakan di Jayapura pada tahun 1978, dari 35 kelompok yang ikut saat itu, Mambesak lah yang mendapat juara pertama, lalu mewakili Papua ke event tingkat Indonesia  dan keluar sebagai juara faforit. Di tahun berikutnya group ini kembali mewakili Papua mengikuti pekan tari tingkat nasional Indonesia yang ketiga, dan tiga kali berturut-turut menjuarai festifal di Jayapura.
Nama Arnold Ap dan Mambesak semakin dikenal sampai ke dunia luar, sebagai group dan orang-orang Papua yang setia pada kebudayaan dan tanah kelahirannya. Rekaman lagu-lagu Mambesak laku dibeli banyak orang dari berbagai kalangan. Mereka juga  dikenal karena ukiran batik, pahatan patung dan lainnya. Saat ada kunjungan pejabat pemerintah dari Jakarta ke Papua, group Mambesak selalu diundang untuk menampilkan lagu dan tari-tarian. Sebut saja saat kedatangan Menteri P & K Nugroho Notosusanto dan Ny Benny Murdani mengantarkan istri-istri atase militer dari 11 negara sahabat untuk mengunjungi Museum Uncen tanggal 11 November 1984.
Seperti sudah disinggung sebelumnya, tujuan dibentuknya group Mambesak yang dipelopori Arnold Ap adalah upaya mempertahankan budaya asli Papua. Ini merupakan bentuk reaksi membentengi kebudayaan Papua atas kesimpulan bahwa cara kerja aparat resmi yang lebih mempromosikan dan mendominasikan seni-budaya dari luar Papua. Misalnya, Ap menilai bahwa “tari kreasi baru” yang mulai dipopulerkan di Papua pada waktu itu, sama sekali tidak berakar pada tari-tari rakyat Papua. Lagu-lagu popular Papua yang marak dinyanyikan secara diatonis dengan suara 1-2-3 pun dinilainya bertentangan dengan lagu-lagu asli Papua yang dinyanyikan oleh rakyat dengan suara minor.
Dikalangan rakyat Papua, group Mambesak dipandang sebagai barisan terdepan dalam usaha mempertahankan kebudayaan rakyat. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa kemunculan Mambesak telah memainkan sentimen persatuan dan  nasionalisme orang Papua. Kemunculannya  telah menjadi inspirasi bagi tiap daerah di Papua untuk berani menampilkan lagu dan tarian asli. Istana Mambesak menjadi tempat dimana banyak group Papua lainnya menampilkan lagu dan tari daerahnya dan kemudian didokumentasikan. Hal ini juga berpengaruh bagi munculnya banyak group lagu dan tari Papua dengan ciri khasnya masing-masing.
Oleh sebagian kalangan orang Papua, Arnold Ap bahkan kemudian dijuluki sebagai “Konor” atau semacam nabi orang Papua pada zamannya. Sebab Arnold Ap adalah seseorang yang dapat bermain gitar, menari, menyanyi sekaligus dapat melukis. Ia juga dipercaya telah melihat jauh ke depan tentang cita-cita nasionalisme rakyat Papua dalam politik Indonesia secara keseluruhan. Ap juga sempat bertemu dengan berbagai aktivis hak asasi manusia dalam kunjungannya ke Jakarta, dimana mereka yang ditemuinya itu sebagian besar diantaranya adalah orang-orang yang anti-Soeharto. Mereka mengagumi Ap dan mempercayai bahwa   Ap adalah dinamisator perubahan di Papua.

Disisi lain, meski pihak penguasa Indonesia mengakui pengaruh luas serta ketenaran Arnold Ap dan kawan-kawannya melalui group Mambesak. Ternyata, diam-diam mereka menyimpan kekhawatiran. Secara sepintas tekanan dari penguasa tampaknya memang berpengaruh besar terhadap diri Ap. Akhirnya pada tanggal 26 April 1984 Arnold Ap dibunuh setelah rekan satu groupnya, Eduard Mofu dibunuh empat hari sebelumnya (22 April). Berdasarkan hasil pemeriksaan diduga mereka dibunuh dengan cara disiksa sebelumnya lalu kemudian ditembak dan ditenggelamkan. Beberapa hari kemudian tubuhnya  diketemukan terapung tak bernyawa di pantai Base G.
Kematian Arnold Ap dan rekannya ini merupakan  gambaran represifitas dan kekejaman terhadap masyarakat Papua pada masa itu. Penguasa telah membatasi ruang gerak kebudayaan Papua dengan membunuh budayawan progresif Papua hanya karena mereka dianggap menghidupkan semangat nasionalisme Papua. Nasib Ap, Mofu dan personil lainnya ibarat seekor Mambefor. (Manwen)***
Laporan: Jackson Ikomouw*)
Ini Satu Anggota TNI dan Dua Intel, yang datang
di Asrama Ciloa 39 Bandung, Jawa Barat.
(FOTO: SI/Jackson Ikomouw)

BANDUNG - Anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berpakaian lengkap dan 2 (Dua) oknom berpakaian preman, mendatangi asrama Ciloa 39 Bandung Jawa Barat. Pada, Rabu, (20/8/14). Pukul 8.37 pagi tadi.
Ketika ditanya. Salah satu dari mereka, mengatakan, “Kami datang kesini untuk minta data penghuni, “Kata seorang anggota, yang bernama Sugianto.
Saya balik bertanya: Untuk apa kalian minta data? “Guna mengantisipasi soal munculnya ISIS di Indonesia, “Kata, Paitua Gendut yang berpakaian Loreng itu.
Dimandatkan dari siapa ? Oleh Pak Koramil serta Pemerintah Kota Bandung. Kemudian, saya mengatakan, Apakah, warga lain atau penghuni di kontrakan sekitar sini diminta data mereka atau tidak ? Tra jawab pertanyaan saya, bikin kaiya orang mono saja.
Namun, saya mengatakan, Pak Danramel, sudah sampaikan saat pentas Band, pada 17 Agustus malam kemarin. Beliau juga minta warga disini untuk pasang balio. Sebagai bukti penolakan terhadap kehadiran ISIS di Kota Bandung, “Ujar saya.
Ini TNI, Bernama Sugianto. (FOTO: SI/JI)
“Oke baik Pak, entar saya ke Kantor Koramil, untuk memastikan kedatangan kalian. Bahkan, saya  bicara langsung dengan Pak Koramil. Pada kesempatan itu, diminta foto bersama, mereka tolak. Kemudian, mereka pulang dengan menggunakan motor yang dikendarai. 
Sementar itu, Adik saya yang berinisial SK mengatakan, “Siang kemarin, Pukul 2.00. Ada dua orang anggota, mendatangi Asrama Ciloa minta data penghuni, “Katanya.
SK bilang, kepada kedua anggota tersebut, bawah “Saya baru datang kulia, namun belum tahu soal data penghuni disini. 
Namun. Lanjutnya, Karena saya biasa panggil mereka “Abang” saja. Oleh sebab itu, nama-nama mereka saya belum saya belum tahu.
Kemudian, Anggota yang bernama Sugianto kembali tanya, Sudah ada surat pindah? Saya menjawab, soal itu saya belum tahu, “Kata adik-ku.
Hal serupa juga, sedang atau/sudah terjadi di beberapa Kontrakan dan Asrama Mahasiswa Papua di Bandung serta seluruh Mahsiswa Papua yang sedang menganyam pendidikan di Jawa dan bali.
Pada, Senin, (18/8). OTK mendatangi asrama Fak-Fak di Dago. Oknom tersebut bilang, saya Mahasiswa Merauke, nama saya Dody, tinggal di Cilaki. 
Mengaku dirinya bernama Dody itu, mengatakan, “saya datang kesini untuk minta Proposal Panitia musyawara besar Ikatan Mahasiswa Se-Tanah Papua (IMASEPA) untuk mau diajukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, “Ujar Ketua Panitia, sambil menyiru kata oknom yang mengaku Dody itu. “Wahh, Saya heran dari mana, Dia bisa tahu no hp saya herang, “Katanya.
Selain itu, di Kontrakan Mambramo dan Lani Jaya di Kota Bandung pun, Intel terus Pantau aktivitas Perkulihan para penghuni. Bahkan perna masuk kontrakan mereka.
 
 http://kaumindependen.blogspot.com/2014/08/minta-data-penghuni-tni-dan-intel.html
Ilustrasi Bendera Bintang Kejora berkibar ( Doc Media Papua)
Lanny Jaya, 17/8  – Bendera West Papua, Bintang Kejora dikibarkan di Kampung Mokoni, Kabupaten Lani Jaya, Papua. di mana letaknya di gunung tepat berhadapan dengan kantor Bupati Lanny Jaya.

Ditengah perayaan HUT RI yang ke 69 kemarin, Minggu (17/8/2014)  Bendera West Papua,  Bintang Kejora dikibarkan dan kontak senjata antara aparat keamanan gabungan dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB)/ Organisasi Papua Merdeka. diperkirakan peristiwa itu terjadi sekitar  pukul 07 an WIT,

Menanggapi hal itu, bupati Lanny Jaya Befa Yigibalom kepada wartawan mengatakan, siapa pun yang membuat kekacauan di Lanny Jaya lebih baik meninggalkan daerah tersebut.

Befa juga mengaku, pagi tadi saya di sms oleh Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) / Organisasi Papua Merdeka, mereka  meminta agar segera memindahkan masyarakat sipil dan Bupati juga meninggalkan Tiom, ngaku Befa. ( Telius y/Media Papua)

 http://mediapapua89.wordpress.com/2014/08/18/hut-ri-bintang-kejora-dikibarkan-di-lanny-jaya/
Lena Daby (foto Pribadi FB)

KOBOGAUNEWS, Yogyakarta --- Salah satua Mahasiswa Papua pengrajin Noken Papua ,Pascalena Daby, seorang Mahasiswi asal Jayawijaya, Papua, yang sedang menimbah ilmu di kota Yoyakarta, mengajak seluruh Perempuan Papua serta masyarakat Papua untuk selamatkan Noken Papua dari kepunahan, Noken juga sebagai warisan budaya bangsa Papua dan sumber kehidupan Orang Papua . {kamis 25 Juli 2014}, Malama.

Seiring dengan perkembangannya, Noken mulai dirajut dengan berbagai macam ukuran, bentuk, warna serta dengan menggunakan bahan-bahan yang lebih modern seperti benang nelon berwarna, sesuai dengan kebutuhan. Saat ini, banyak pengerajin noken asli Papua yang merajut noken dalam ukuran yang lebih kecil, dengan tujuan untuk dijadikan tas bagi anak-anak sekolah ataupun mahasiswa, untuk digunakan sebagai pengganti tas guna mengisi berbagai peralatan sekolah ataupun kampus”,Kata Daby.
“Untuk menjaga keberlangsungan dan kelestarian noken sebagai salah satu warisan budaya leluhur bangsa Papua, Lena Daby selaku Mahasiswi dan juga sebagai seorang perempuan Papua yang peduli akan keberlangsungan Noken, saat ini Lena sedang berusahan mengajak sejumlah mahasiswi Papua di kota Yogyakarta, untuk mulai mempelajari keterampilan membuat Noken, sebab menurut Lena, keterampilan membuat noken merupakan suatu keterampilan yang wajib dan harus diketahui oleh seluruh perempuan Papua “.
Saat ini, Lena beserta beberapa temannya yang dia latih, telah berhasil merajut beberapa noken, dengan berbagai macam ukuran dan warna, yang dapat digunakan sebagai tas kampus ataupun tas untuk digunakan dalam keseharian.
Kami telah merajut beberapa macam noken dengan berbagai ukuran dan warna, jadi jika ada yang berminat untuk memiliki noken, silahkan hubungi kami, selain itu, kami juga siap menerima pesanan pembuatan noken, sesuai dengan ukuran, warna dan motif yang dipesan", Kata Lena
"keterampilan membuat noken, harus diketahui oleh seluruh perempuan Papua, maka ketrampilan ini harus mulai diajarkan kepada seluruh anak-anak perempun, sejak usia kini, agar keberlangsungan noken dapat tetap terjaga sebagai sebuah warisan budaya leluhur bangsa Papua"
“Noken yaitu tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu. Sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari”
“Masyarakat Papua biasanya menggunakannya untuk membawa hasil-hasil pertanian seperti sayuran, umbi-umbian dan juga untuk membawa barang-barang dagangan ke pasar. Karena keunikannya yang dibawa dengan kepala, noken ini di daftarkan ke UNESCOsebagai salah satu hasil karya tradisional dan warisan kebudayaan dunia dan pada 4 desember 2012 ini, noken khas masyarakat Papua ditetapkan sebagai warisan kebudayaan tak benda UNESCO”.
"Pengakuan UNESCO ini akan mendorong upaya melindungi dan mengembangkan warisan budaya Noken, yang dimiliki oleh lebih dari 250 suku bangsa di Provinsi Papua dan Papua Barat," (www.wikipedia.org)”
Ungkapan, Titus Pekey, "Mari kita selamatkan Noken dan mama Papua, karena di dalam noken dan mama mempunyai ilmu hidup dari komunitas bangsa yang hidup.

Titus Pekey  mengatakan, "Mama dan Noken Papua berpesan bahwa anak-anakku jangan kamu paksakan diri menjadi orang lain, tetapi cintailah dan jadilah dirimu sendiri dan lakukan yang terbaik untuk negerimu." Kata dia, noken mempunyai warna tersendiri yang menjelaskan warna dan identitas setiap orang Papua”.[Atmin, KOBOGAUNEWS / W Kobogau].
 
Saat Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan tentang draf Otsus Plus Papua kepada Gubernur Papua, Lukas Enembe, Wakil Gubernur Papua, Klemen Tinal, Ketua DPRP Papua, Yunus Wonda, dan Ketua MRP, Timotius Murib disaksikan sejumlah menteri di Istana Negera tahun 2013 silam. Foto: Ist.
Jayapura, MAJALAH SELANGKAH -- Tampaknya, kesabaran Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe berurusan dengan Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus mulai pelan-pelan berakhir.

Pasalnya,  Enembe menyatakan siap mundur dari jabatannya, jika draft 14 dari Undang-Undang (UU) Otonomi Khusus Plus tidak diakomodir oleh Pemerintah Pusat.

"Kemarin UU Otsus sudah kita bicara keras. Pada saat harmonisasi dari kementerian dan lembaga lalu dibawa ke Departemen  Hukum dan HAM, terjadi perubahan banyak, terutama pasal-pasal yang menyangkut bidang ekonomi, Perikanan, Kehutanan, Pertambangan. Saya sampaikan, kami datang dengan damai menyampaikan pasal-pasal krusial yang menyangkut politik sudah kita hapus sejak awal, kenapa pasal ekonomi yang kita perjuangkan terjadi perubahan banyak. Melihat itu, saya langsung kembalikan, buka baju, letakkan lambang garuda di depan Mendagri," kata Enembe dikutip tabloidjubi.com, Minggu (17/08/14).

"Jadi saya bilang, saya siap mundur kalau tidak mengakomodir aspirasi draft 14," kata Lukas Enembe di Jayapura, Papua.

Kepada media itu, Lukas menjelaskan, inti dari draft 14 ada 29 pasal strategis untuk pembangunan Papua, termasuk kehutanan, perikanan, dan pertambangan.

"Justru kita inginkan itu, sehingga orang bicara referendum kita potong, tujuannya kita bisa goalkan ini, tapi yang terjadi terbalik, makanya kita tidak sempat menjadi materi di PidatoPpresiden, karena saya berhentikan di Mendagri," ujarnya dengan nada kesal.

Lukas mengaku, tujuan dirinya ke Jakarta adalah untuk memparaf dan selanjutnya diserahkan ke Presiden untuk masuk dalam pidato kenegaraan.

"Saya berhentikan itu semua karena melihat semua pasal-pasal yang kita inginkan masih mengacu pada Jakarta. Termasuk bagi hasil dan pajak. Mereka kamuflase dengan kenaikan DAU dari dua persen menjadi empat persen, dana infrastruktur menjadi dua persen," jelasnya.

Menanggapi itu, Lukas menyampaikan, pihaknya datang ke Jakarta bukan untuk meminta adanya kenaikan DAU, tetapi yang diinginkan rakyat Papua adalah kewenangan.

"Jadi saya ribut-ribut di sana. Karena yang kita inginkan adalah kesejahteraan, sumber daya alam, ekonomi, kekayaan kita, laut kita, hutan kita, dan tambang kita dikelola sepenuhnya di Papua dan digunakan untuk kemajuan Papua, itu saja. Kita tidak minta merdeka," tukasnya.

Ditambahkan, menurut laporan dari tim asistensi pemerintah Papua yang ada di Jakarta, saat ini tim sudah membahas isi dari UU Otsus sampai pasal 222.

"Itu semua oke-oke, tapi saya sampaikan diatas pasal 222 itu pasal-pasal inti, pasal ekonomi harus hati-hati. Sampai sekarang masih dibahas, saya lihat mungkin banyak yang diserahkan ke staf-staf yang mungkin belum memahami Papua, jadi saya lihat itu staf yang kerjakan akhirnya para menteri tidak tahu juga, setelah kita bicara baru mereka tahu," ujar Lukas.
(GE/Tabloidjubi.com/Admin/MS)

Sumber : www.majalahselangkah.com
Logo AMP. Ist.
Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Yogyakarta dengan tegas mengutuk kelompok yang mengklaim diri Akademisi Mahasiswa-mahasiswi Pecinta Papua di Yogyakarta. Hal itu dikatakan menyusul adanya seruan bertentangan yang pernah dikeluarkan dari kelompok tersebut beberapa waktu lalu.

Ketua Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) komite kota Yogyakarta, Jefry Wenda meminta masyarakat dan mahasiswa Papua di Yogyakarta tidak terprovokasi.

"Kami menyerukan kepada seluruh masyarakat dan mahasiswa Papua yang berdomisili di Yogyakarta tidak terprovokasi dengan seruan yang disebarkan oleh pihak tidak bertanggungjawab," tegas Wenda di Asrama Papua Sabtu (16/8/2014) sore.

Lanjut dia, "kami menggap pemerintah Indonesia ada di Papua adalah illegal, oleh karena itu, masyarakat dan mahasiswa Papua di Yogyakarta diharapkan tidak berpartisipasi dalam HUT NKRI yang ke 69 pada tanggal 17 Agustus 2014," tambah Jefry.

Menurutnya Aliansi Mahasiswa Papua mendukung sikap dari Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB)  untuk memboikot 17 Agustus 2014.

Berikut pernyataan sikap AMP menanggapi selebaran dari kelompok Akademisi Mahasiswa-mahasiswi Pecinta Papua:

Pertama: Alainsi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakrta [AMP-KK] dengan tegas mengutuk Orang/organisasi yang mengklaim Akademisi Mahasiswa Mahasiswi Papua/Putra putri pecinta Papua yang telah menghamburkan seruan yang Tidak Jelas.

Kedua: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta {AMP-KK] menyeruhkan kepada  seluruh Masyarakat maupun Mahasiswa/i Papua yang berada di Yogyakarta untuk tidak terprovokasi dengan seruan yang mengatasnamakan Akademisi Mahasiswa-mahasiswi/Putra putri pecinta Papua

Ketiga: Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta [AMP-KK] menyeruhkan kepada seluruh masyarakat maupun mahasiswa/i Papua yang berada di Yogyakrta Untuk tidak Berpartisipasi dalam HUT NKRI yang ke 69 pada 17 Agustus 2014.

Keempat: Sebagai Organisasi Politik, dengan tegas Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta [AMP-KK] menyatakan sikap dukungan terhadap Komite Nasional Papua Barat [KNPB] yang telah menyerukan kepada masyarakat Papua dari Sorong sampai Merauke untuk memboikot HUT NKRI 17 Agustus 2014

Kelima: Aliansi mahasiswa Papua Komite kota Yogyakarta [AMP-KK] akan terus menyuarahkan Hak-hak dasar rakyat Papua barat Untuk Menentukan Nasib sendiri sebagai solusi demokratis Bagi Rakyat papua barat melalui Mekanisme Internasinal yaitu Hak Piliha bebas/Referendum. (Agustinus Dogomo/MS)